Langsung ke konten
Gemini kini dilengkapi perlindungan data tambahan. Mulai percakapan dengan Gemini untuk menghemat waktu, mempersonalisasi pembelajaran, dan menginspirasi kreativitas.
Gemini kini dilengkapi perlindungan data tambahan. Mulai percakapan sekarang.

Mahasiswa City College of New York mendapatkan pengalaman langsung dengan cloud

Tidak lagi mengalokasikan resource yang terbatas untuk membuat infrastruktur baru, City College of New York memanfaatkan Google Cloud untuk memfasilitasi pengajaran teknologi open source seperti virtualisasi dan container. Kini, mahasiswa mendapatkan pelatihan langsung yang bermanfaat sebelum memasuki bidang ilmu komputer.

Departemen ilmu komputer (CS) perlu memberikan pendidikan dan pelatihan tentang teknologi terbaru yang digunakan di tempat kerja, yang saat ini berarti cloud dan teknologi lain yang terkait seperti virtualisasi. Namun, sebagian besar universitas tidak memiliki kemampuan untuk merancang infrastruktur baru guna mendukung teknologi semacam ini, dan laju perubahan sangatlah cepat sehingga selalu mengikuti perkembangan platform, fitur, dan bahasa terbaru terasa hampir mustahil.

Di City College of New York (CCNY), pengajar ingin memberi mahasiswanya pengalaman langsung terkait virtualisasi, container, dan teknologi cloud lainnya, yang tidak dibahas dengan baik di buku saat ini dan materi pelajaran yang lain. CCNY memerlukan strategi baru agar dapat mengikuti perkembangan terbaru dalam bidang komputasi secara terjangkau dan praktis.

“Banyak program studi CS cenderung bersifat teoretis dan tradisional dalam pendekatannya terhadap struktur data inti, algoritme, dan sistem operasi,” kata Peter Barnett, dosen Adjunct Associate Computer Science di CCNY. “Sangatlah penting untuk mengajak mahasiswa ‘berpikir lebih luas’. Kami harus menyediakan pendidikan yang visioner agar para mahasiswa menjadi ilmuwan komputer yang baik.”

Membangun pendidikan CS yang komprehensif dengan bantuan Google Cloud

Barnett mendapat rujukan Hibah Pendidikan Google Cloud dari Lindsay Siegel, direktur eksekutif Zahn Innovation Center, salah satu inkubator di CCNY yang mencakup kamp pelatihan startup, bimbingan, layanan pro-bono, dan fasilitas pembuatan prototipe yang cepat.

Ketika Barnett pertama kali memperkenalkan Google Cloud di kelasnya, dia memberikan latihan agar para mahasiswa memikirkan cara platform cloud menerapkan fitur sistem operasi dan server aplikasi tradisional. Mereka diminta untuk mempertimbangkan pertanyaan “Di manakah posisi kalian?”—container atau mesin virtual? Bagaimana kalian dapat mengetahui apakah kalian berada di server atau kluster tertentu pada mesin yang terdistribusi?

Mahasiswa diberi pilihan untuk menggunakan Google Cloud atau teknologi cloud lainnya. Bagi yang memilih Google Cloud, Barnett mengatakan bahwa mereka merasa tutorialnya intuitif, sehingga memudahkan mereka saat mulai mengimpor data dan merancang aplikasi. Mereka mendapat dukungan dari tim Google Cloud dan para profesor di CCNY jika mengalami masalah saat memulai dan menjalankan project.

Sebagian mahasiswa menggunakan Google App Engine dan mengeksplorasi cara kerja container, sedangkan sebagian lainnya memilih salah satu tutorial untuk merancang aplikasi di Google Compute Engine. Semua mahasiswa sudah mengetahui cara mengeksplorasi lingkungan mesin virtual (VM) atau container menggunakan perintah Linux dan mengeksplorasi backend database dengan perintah SQL.

Mengajak mahasiswa untuk berpikir layaknya engineer

Dengan merasakan langsung platform cloud, mahasiswa diajak memikirkan konsep tentang cloud dan memahami bahwa mereka sebenarnya masih menggunakan hardware meski pun berada di dalam cloud. Mereka membaca artikel, menonton tutorial, dan bereksperimen dengan hal yang dapat dilakukan di dalam dan di luar container. Mereka mencatat penggunaan memori dan CPU serta mempelajari cara penyediaan penyimpanan virtual dan cara mendapatkan alamat IP.

Tiga orang mahasiswa—Nissan, James, dan Michael—melakukan lebih dari sekadar persyaratan minimum dalam membuat contoh aplikasi. “Mereka mengimpor repositori masing-masing dan membuat aplikasi mereka sendiri. Aplikasi tersebut berfungsi dengan baik dan mereka mendapatkan gambaran yang baik terkait cara Google beroperasi sebagai lingkungan kerja,” kata Barnett.

Memahami alasan dan caranya

Ketika para mahasiswa diajak untuk mengajukan pertanyaan, mereka jadi tahu lebih banyak tentang suatu topik. Di beberapa latihan mereka, mahasiswa menyadari durasi yang diperlukan aplikasi untuk merespons berdasarkan lokasinya—Inggris atau A.S. Ini mengharuskan mereka berpikir lebih dalam tentang lokasi resource komputasi fisik. Salah satu mahasiswa mengimplementasikan database MySQL Google Cloud di project Cloud miliknya dan mengeksplorasinya untuk mengetahui di mana lokasi penyimpanan file sistem.

Barnett mengajak kelasnya untuk mempelajari teknologi-teknologi cloud yang paling diminati. Sebagian mahasiswa mencoba menggunakan Kubernetes untuk mengelola container, sedangkan sebagian lainnya bereksperimen dengan load balancing di MongoDB. Kemudian, mereka saling membagikan pengalaman agar lebih memahami berbagai lingkungan tersebut.

"Siswa tidak akan lagi menggunakan server fisik dari logam. Karena cloud bukan saja teknologi masa depan, tapi juga masa kini."

Peter Barnett, Adjunct Associate Computer Science Professor, City College of New York

Lebih dari sekadar demo

Mahasiswa yang tergabung dalam kursus akhir Project Senior Profesor Barnett di CCNY saat ini menggunakan Google Cloud untuk mengimplementasikan bagian backend dari project software yang serius dengan potensi ilmiah, sosial, dan kewirausahaan yang signifikan.

Lima project timnya mencakup: menggunakan machine learning untuk memajukan pengenalan karakter optik pada tulisan tangan; membantu pelatih, ahli terapi fisik, dan kliennya dalam mengembangkan serta mempertahankan gerakan latihan yang benar; menyempurnakan penelusuran paten menggunakan analisis konten yang dikombinasikan dengan machine learning; pemetaan interior stasiun bawah tanah dan tempat publik lainnya untuk membantu pergerakan penyandang gangguan penglihatan, dan membuat musik kuasi-acak dengan AI yang berubah seiring masukan pengguna.

Sebagian besar project ini menggunakan AI dalam bentuk analisis konten serta machine learning, dan Google Cloud menyediakan serangkaian API yang canggih seperti ML-Engine dan BigQuery untuk mendukungnya. Tim Google for Education menyediakan hibah dalam bentuk waktu penggunaan Google Cloud bagi masing-masing tim Barnett untuk memfasilitasi proses pengembangan dan pengujian mereka, yang saat ini sedang berlangsung.

Menyediakan pengalaman yang realistis

Agar menjadi ilmuwan komputer yang sukses, mahasiswa harus mempelajari teori dan penerapan praktis dari solusi yang digunakan di lingkungan kerja di masa kini. Layanan cloud seperti Google Cloud memberi CCNY akses ke solusi-solusi developer yang canggih dan infrastruktur cloud berskala besar tanpa harus berinvestasi biaya awal dalam jumlah yang sangat besar. Mahasiswa dapat mempelajari cara bekerja menggunakan banyak bahasa dan platform cloud, termasuk Python, Ruby, Sinatra, dan Google Cloud. Fitur dan bahasa tersebut tidak dapat diakses oleh banyak kampus, karena kemampuannya yang terbatas yang membuat mereka tidak mampu menawarkan teknologi yang begitu bervariasi tersebut untuk diexplorasi. Google Cloud memberikan cara yang terjangkau untuk menawarkan akses ke lingkungan komputasi modern dengan cara yang fleksibel untuk memenuhi kebutuhan semua mahasiswa dan departemen.

“Lingkungan cloud adalah manifestasi modern dari sistem operasi,” kata Barnett. “Mahasiswa tidak akan bekerja menggunakan server fisik berbahan logam. Cloud bukan hanya teknologi di masa depan; cloud adalah teknologi untuk masa kini.”

Daftar di sini untuk mendapatkan info terbaru, insight, referensi, dan banyak lagi.